Rabu, 15 Maret 2017

BAGIAN 1 : ASALE NAMA KAMPUNG DI SOLO



BAGIAN 1 : ASALE NAMA KAMPUNG DI SOLO



Pada bagian ini saya akan membahas mengenai asal nama kampung yang berada di Solo. Tentu kalian tidak asing dengan daerah Jebres, tapi taukah kalian dari mana asal mula daerah tersebut bisa disebut dengan Jebres? Kurator Museum Radyapustaka Solo Drs. Mufti Raharjo mengemukakan bahwa dulu ada seorang pengusaha susu yang cukup terkenal di daerah tersebut yakni pada masa pemerintahan Paku Buwono IX, Yeppres awalnya membuka suatu peternakan sapi yang dimana hasil produksi dari sapi tersebut digunakannya untuk dikonsumsi dan menjadi bahan pembuatan keju, namanya pun semakin terkenal dikalangan warga sekitar, maka ketika terbentuknya suatu pemukiman, daerah tersebut dikenal dengan Yeppres namun warga sekitar kerap memanggil dengan nama Jebres. Lantas bagaimana dengan perempatan Panggung? Perempatan Panggung ini berada di persilangan jalur Jl. Brigjen Katamso menuju Mojosongo, Jl. Urip Sumoharjo menuju Pasar Gede, Jl.Mongonsidi menuju Stasiun Balapan dan Jl. Kolonel Sutarto menuju RS Moewardi. Nama Panggung diawali dari bentuk struktur tanahnya yang tinggi jika dibandingkan dengan daerah sekitarnya, yang jika berada di daerah tersebut maka banyak yang beranggapan merasa seperti di atas panggung, karena jika kita berada disana, kita bisa melihat dari berbagai arah, seperti yang dilakukan pada bangsawan Keraton yang ingin berburu atau mengintai hewan burunan. Kampung Kandangsapi, Kelurahan Tegalharjo, Kecamatan Jebres, nama tersebut dikenal karena dulunya adalah tempat ternak sapi Yeppres.


Kampung Sekarpace, mungkin banyak yang beranggapan bahwa nama tersebut berasal dari banyaknya tumbuhan atau pohon pace, namun taukah bahwa itu ternyata tidak benar, menurut Staf Keparak dan Mandrabudaya Keraton Surakarta Hadiningrat K.R.M.H. Notowijoyo, nama Sekarpace sebenarnya adalah nama orang Prancis yang berada di lingkungan tersebut yakni bernama Monsieur Schapentier, disaat itu beliau sedang ditemui oleh abdi dhalem yang diperintahkan oleh PB X, namun ternyata seorang abdi dhalem tersebut tidak begitu fasih dalam mengucapkan nama Monsieur Schapentier sehingga munculah kata Tuan Sekarpace, mulai dari situlah banyak orang yang memanggilnya dengan nama Tuan Sekarpace, sehingga lingkungan tersebut dikenal dengan nama Kampung Sekarpace. Kampung Petoran, asal mula namanya tidak jauh berbeda dengan Kampung Sekarpace, ada warga Eropa yang berkunjung di Solo bernama Meneer Victor, namun banyak orang Jawa yang tidak bisa memanggilnya dengan nama yang sebenarnya, sehingga munculah Petoran, sehingga Kampung tersebut diberi nama Kampung Petoran. Pasar Harjodaksino dulu bernama Pasar Gemblegan, nama itu berasal dari nama seseorang yaitu Gajah Gemblegan, dimana beliau merupakan salah satu bandar judi yang sangat terkenal sehingga banyak orang-orang dari daerah tersebut atau daerah lain yang mengenalnya, dan saat ini, Gemblegan telah berkembang pesat. Kampung Selembaran, Serengan, Solo, kampung ini sebenarnya adalah hutan, yang dimana hutan ini menjadi tempat transaksi antara PB VI kepada Pangeran Diponegoro, uang tersebut diberikannya dengan cara lembar perlembar, dari situlah nama Kampung Selembar terbentuk. Wilayah Baluwarti, kata Baluwarti berasal dari bahasa Portugis yakni “baluarte” yang berarti Benteng, nama tersebut dapat disangkut pautkan kepada kejadian saat itu, yakni permasalahan di lingkungan jero benteng, yang dimana pemukiman penduduk tersebut letaknya bukan di dalam wilayah keraton akan tetapi berada di luar tembok kedhaton yang masih berada di dalam benteng, masalah letak tersebut itulah yang sempat menjadi keresahan warga sekitar mengenai status tanah tempat tinggalnya. Kampung yang terkenal dengan genangan airnya, yaitu kampung Kedunglumu, kampung ini dulunya adalah tempat yang sebagian besar daerahnya berupa rawa-rawa, pada tahun 1745, PB II berniatan untuk memindahkan istana yang dulu berada di pusat pemerintahan Keraton Surakarta ke Desa Sala, alasan beliau memindahkan istananya tersebut karena kondisi istana yang sudah tidak layak untuk ditempati, disebabkan oleh peristiwa pemberontakan warga keturunan Tionghoa terhadap Belanda pada tahun 1740. PB II mengutus tiga utusannya dan kemudian mereka menemukan sebuah sumer mata air yang bernama Tirta Amerta Kamandanu, lantas tempat itu dirasa cocok untuk mendirikan istana yang baru, namun dalam proses pembangunan istana tersebut ada kendala yang dimana air tersebut tidak dapat disumbat, justru air tersebut bertambah deras dan terus mengalir, akhirnya seorang Kiai yang bernama Kiai Gede Sala bertapa dan memperoleh wangsit, dimasukanlah Sekar Delima Seta dan daun lumbu kedalah sumber mata air tersebut, dan berhasil, sebab mula dari situlah nama Kampung Kedunglumu terbuat. Kampung yang sekarang menjadi bangunan Benteng Trade Centre Solo dulunya bernama Kampung Bathangan, nama Bathangan ini diberikan karena dulu ada seorang pemuda yang meninggal, yang ditemukan oleh Kiai Gede Sala terdampar di sungai, sayangnya Kiai Gede Sala tidak mengetahui siapa nama pemuda tersebut, akhirnya mayat itu disebut dengan Kiai Bathang (mayat) dan dimakamkan di sebelah timur Gapura Gladak, seiring berkembangnya daerah tersebut, kampung tempat dimakamkannya Kiai Bathang ini dinamakan Kampung Bathangan, sebenarnya seorang pemuda itu adalah Raden Pabelan putra Tumenggung Mayang yang dibunuh oleh orang-orang suruhan dari Sultan Hadiwijaya, yang dimana Sultan Hadiwijaya adalah ayah dari kekasih sang Raden yaitu Putri Sekar Kedaton atau Ratu Hemas, hubungan mereka tidak disetujui oleh  orang tua mereka. 

Dibalik nama Pabelan, memiliki cerita yang tak jauh berbeda dengan Kampung Bathangan, nama Desa ini bermula pada suatu ketika seorang Raden yang bernama Pabelan putra dari Tumenggung Mayang menyukai Puti Sekar Kedaton atau Ratu Hemas namun hubungan mereka tidak disetujui, saat mereka sedang bersama kemudian tertangkaplah mereka dan Raden Pabelan pun akhirnya meninggal karena luka yang cukup parah karena terkena sabit, akhirnya daerah tersebut dikenal dengan nama Desa Pabelan. Kelurahan yang bernama Gajahan ini pasti mudah sekali untuk kalian tebak mengapa nama desa tersebut adalah Gajahan. Daerah itu adalah kandang gajah, seiring berjalannya waktu gajah yang dulu merupakan peliharaan Keraton itu satu persatu akhirnya mati, dan daerah yang dijadikan kandang itupun kini sekarang berubah menjadi pemukiman warga yang diberinama Kampung Gajahan.Taukah kalian dibalik nama Kawasan Kalilarang, nama Kalilarang ini bermula karena wilayah itu merupakan sebuah kali, jernihnya air itu membuat pihak Keraton membuat beberapa peraturan dengan tujuan agar air itu tetap jernih, peraturan tersebut ialah dilarang untuk membuang kotoran atau sampah, akhirnya banyak warga dan masyarakat yang menyebut kawasan itu dengan nama Kalilarang. Kelurahan Punggawan, dari namanya saja sudah bisa ditebak mengapa nama Kelurahan tersebut bernama Punggawan,  menurut tokoh masyarakat, Ny. Sugiyanto nama Kelurahan Punggawan ini berasal dari kata penggawa atau pejabat, dan banyak penggawa yang tinggal di daerah tersebut, maka takheran jika nama Kelurahan tersebut diberi nama Punggawan. Taukah kalian atau pernahkah kalian  mendengar Kampung Sraten? Kampung ini berada di Kelurahan Serengan, tepatnya berada di daerah kawasan Solo. Menurut kalian bagaimana asal muasal Kampung tersebut bisa diberinama Sraten? Saya akan menjawab rasa penasaran anda, untuk Kampung yang satu ini memiliki latar belakang yang berbeda dengan daerah-daerah atau kampung-kampung yang lain yang berada di Solo, jika yang lain memberikan nama daerah tersebut dengan latar belakang nama seorang tokoh atau peristiwa sejarah, kampung ini menurut Kurator Museum Radyapustaka Solo, Bapak Mufti Raharjo, beliau menjelaskan bahwa Saten ini diambil dari para abdi dhalem Keraton Solo yang bernama Srati, seiring berjalannya waktu tempat tersebut berkembang menjadi pemukiman yang sekarang ini dan dikenal dengan Kampung Sraten. Kelurahan yang satu ini memiliki kesamaan dalam latar belakang mengenai penamaan nya dengan Kampung Sraten, Kelurahan Gandekan ini berada di perbatasan Kelurahan Jagalan pada sebelah utara, Sangkrah pada bagian selatan, Sudiroprojan sebelah barat, dan Kampung Sewu si sebelah Timur, Kampung Gandekan ini berasal dari nama seorang abdhi dalem yang bertugas sebagai kurir Keraton, dan tempat tinggal kurir tersebut diberi nama Kampung Gandekan. Pasti kalian tidak asing dengan gamelan, Kampung yang satu ini memiliki hubungan dengan gamelan pada latar belakang sebutan nama Kampung nya, lebih tepatnya berkaitan dengan seorang abdhi dalem yang tugasnya membuat gamelan, yakni bernama Mlaya, nama Kampung ini di ambil dari kata Mlaya dan mendapat tambahan ke-an, seiring berjalannya waktu tempat tinggal abdi dhalem tersebut kini menjadi pemukiman penduduk yang bernama Kampung Kemlayan.


Nama Kelurahan yang satu ini cukup berkesan seram jika kalian mengetahui asal muasal nama dari kampung ini, kampung ini dulu menjadi tempat penyembelihan (jagal) hewan ternak pada masa pemerintahan PB X, penjagalan hewan ini dilakukan oleh pihak PB X untuk menyediakan kebutuhan daging yang akan dikonsumsi oleh bangsa asing, hingga lama-kelamaan tempat tersebut dikenal dengan sebutan Kelurahan Janggalan. Taukah kalian dengan perangkat gamelan kenong? Nama kampung ini diberi nama Kampung Nonongan karena dulunya adalah kawasan untuk pemuatan kenong. Di Kecamatan Jebres ada satu Kelurahan yang memiliki jumlah kampung yang banyak, sehingga tak salah lagi jika akhirnya dikenal sebagai Kampung Sewu. Pasar kabangan, bagaimana cerita mulanya bisa dikenal dengan sebutan Kabangan ? Menurut Pak Mufti pasar tersebut diberikan nama sesuai dengan letak nya di daerah kabangan, sedangakn kampung kabangan itu karena daerah itu sungainya terkena limbah batik sehingga berwarna merah(abang). KelurahanSondakan merupakan nama dari Rekso Handaka namun banyak orang yang memanggilnya dengan nama Sondakan, dari situlah asal mula nama Kampung tersebut. Terakhir dari bagian ini adalah Kampung Panularan, dulunya daerah itu merupakan tempat tinggal seorang yang bernama G.P.H. Panular.



Sumber : ASALE Cerita di Balik Nama Kampung dan Tempat terbitan PT. Aksara Solopos


Follow ig: rzkptrp

1 komentar:

  1. Apakah ada kontak yang bisa dihubungi, saya sedang mencari buku sumber yang disebutkan dalam blog tersebut

    BalasHapus