BAGIAN 2 : SEPUTAR KERATON SURAKARTA
Keraton Solo, taukah kalian dulu Keraton
Solo adalah rawa-rawa, tempat itu memiliki kapasitas air yang jauh lebih tinggi
dari pada tanahnya, untuk menutup daerah air tersebut, pihak PB II menggunakan
tanah urugan untuk menutupi bagian
rawa-rawa tersebut. Bagaimana dengan asal mula nama
Keraton ? Kata keraton dari kata ke-ratu-an (keratuan), sebenarnya
sebutan yang benar bagi tempat tinggal raja atau ratu beserta keluarganya ini
adalah Keratunan, namun untuk memudahkan dalam menyebut akhirnya munculah kata
Keraton. Lantas bagaimana dengan lambang Keratonan?
Taukah kalian dengan hal itu? Lambang Keratonan
yang ketika kalian memasuki lingkungan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat
itu disebut Sri Radya Laksana, bentuk nya lingkaran bulat telur dengan mahkota
yang berada diatasnya, ada pula gambar matahari, bulan, bintang dan bola dunia,
di samping kiri dan kanan nya terdapat gambar padi dan kapas, dari
lambang-lambang tersebut sebenarnya adalah perwakilan dari nama tiga putra dari
PB I, lambang matahari ialah putra
pertama yaitu G.R.M . Surya, sedangkan lambang bulan adalah anak kedua yakni
G.R.M. Candra, dan yang terakhir adalah G.R.M. Kartika dengan lambang bintang. Gapura
Gladak, nama itu berasal karena berdekatan dengan batu persegi bernama selo gelang papan pamurakan, yang dimana
tanah tersebut yang digunakan untuk penyembelihan hewan, menurut Kalinggo tanah
tempat gapura tersebut adalah lokasi yang digunakan untuk nggladak, asal kata gladak
ini berarti menarik hewan untuk dipotong.
Ringin Kurung
yang berada di jalan utama menuju Kraton Surakarta yang tepat berada di
Alun-Alun Utara ini bisa disebut demikian karena letaknya dikelilingi dengan
pagar besi yang pohon ringin (bringin) itu dikurung oleh pagar besi.
Pagelaran Sasanasumewa, tempat itu memiliki tiang yang jumlahnya tidak sedikit,
yakni ada 48 pilar, jumlah tersebut memiliki arti bagi PB X, jumlah tersebut
menunjukkan tumbuk yuswa PB X. Pendapa
Magangan, dulu tempat ini adalah tempat yang sesuai dengan namanya magangan yang dimana tempat ini
digunakan untuk belajar lebih memahami tata cara adat Keraton. Panggung
Sanggabuwana, tempat ini memiliki latar belakang yang berkaitan dengan tahun
pembuatannya, Panggung Sanggabuwana dapat di rinci dari kata po bermakna angka 8, agung artinya 0, sinangga
angka 8, buwana angka satu, angka
tersebut jika disusun 1808, itu berarti tempat tersebut dibuat pada tahun 1808. Supit Urang ialah nama jalan masuk yang kita lewati
ketika berkunjung ke dalam Keraton Surakarta, nama Supit Urang ini memiliki
makna yang muncul ketika melihat bentuk melengkung yang seperti udang. Jika
kalian berada di Keraton Surakarta pasti kalian pernah melihat meriam yang
ditutupi dengan kaca, taukah kalian jika meriam itu cukup dianggap kramat
karena telah berjasa dalam penjajahan, nama meriam itu sebenarnya adalah Sint
Thomb namun banyak masyarakat Jawa yang susah menyebut dengan nama itu, untuk
mempermudah dalam mengucapkan nama meriam tersebut maka orang Jawa menyebutnya
dengan nama Setomi. Benda pusaka yang satu ini erat
hubungannya dengan cerita Jaka Tarup, pastinya kalian juga sudah tau dan sudah
mengenal kisahnya, nama Dandang Kiai Duda ini memiliki latar belakang yang
tercipta karena Jaka Tarub yang ditinggal istrinya Dewi Nawangwulan karena Jaka
Tarub membuka isi dandang milik istrinya, dari situlah dandang tersebut diberi nama
Dandag Kiai Duda.
Pasti sudah tidak asing lagi bagi
kalian dengan Sekaten, agar kalian lebih tau nama Sekaten ini berasal dari
bahasa Jawa dan bahasa Arab, dalam bahasa Jawa yakni kata sekati artinya seimbang, dan dalam bahasa Arab berasal dari kata sakhatain dan sakatain artinya menghilangkan watak hewan atau setan, jadi Sekaten
ini bermakna menghilangkan watak setan. Prajurit
Jayeng Astro, prajurit ini bertugas untuk menjaga dan mengawal keluarga raja,
pemilihan mereka ini memiliki kriteria khusus yakni harus anak tertua dari abdhi dhalem di Keraton tersebut. Jika
kalian berada di kawasan Keraton pasti selalu ada pengemis disekitar tempat
itu, nama pengemis pun memiliki asal mula yang jika kalian mengetahuinya pasti
akan merasa terheran-heran, disebutnya pengemis itu berasal dari kebiasaan PB X
yang selalu memberikan pemberia setiap hari Kamis, lebih tepatnya Kamis Legi,
orang-orang yang menerima pemberian PB X disebut wong kemisan untuk lebih singkat dalam memanggilnya maka munculah
seutan pengemis. Karena tempat ini dipercaya sebagai
tempat peristirahatan terakhir bagi orang orang yang terpuji, maka tempat makam
ini disebut dengan Makam Haji. Desa Purbayan, Baki, Sidoharjo, desa
tersebut diberi nama Purbayan karena dulunya merupakan tempat tinggal Pangeran
Purbayan yang dimana beliau diangkat sebagai Pangeran Adipati Purbaya.
Sumber : ASALE Cerita di Balik Nama Kampung dan Tempat penerbit PT. Aksara Solopos
Follow juga ig : rzkptrp
Mohon maaf apabila ada kesalahan dalam ejakan maupun penulisan, semoga bermanfaat :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar