Kamis, 16 Maret 2017

BAGIAN 2 : SEPUTAR KERATON SURAKARTA


BAGIAN 2 : SEPUTAR KERATON SURAKARTA

Keraton Solo, taukah kalian dulu Keraton Solo adalah rawa-rawa, tempat itu memiliki kapasitas air yang jauh lebih tinggi dari pada tanahnya, untuk menutup daerah air tersebut, pihak PB II menggunakan tanah urugan untuk menutupi bagian rawa-rawa tersebut. Bagaimana dengan asal mula nama Keraton ? Kata keraton dari kata ke-ratu-an (keratuan), sebenarnya sebutan yang benar bagi tempat tinggal raja atau ratu beserta keluarganya ini adalah Keratunan, namun untuk memudahkan dalam menyebut akhirnya munculah kata Keraton. Lantas bagaimana dengan lambang Keratonan? Taukah kalian dengan hal itu? Lambang Keratonan yang ketika kalian memasuki lingkungan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat itu disebut Sri Radya Laksana, bentuk nya lingkaran bulat telur dengan mahkota yang berada diatasnya, ada pula gambar matahari, bulan, bintang dan bola dunia, di samping kiri dan kanan nya terdapat gambar padi dan kapas, dari lambang-lambang tersebut sebenarnya adalah perwakilan dari nama tiga putra dari PB I, lambang matahari ialah  putra pertama yaitu G.R.M . Surya, sedangkan lambang bulan adalah anak kedua yakni G.R.M. Candra, dan yang terakhir adalah G.R.M. Kartika dengan lambang bintang. Gapura Gladak, nama itu berasal karena berdekatan dengan batu persegi bernama selo gelang papan pamurakan, yang dimana tanah tersebut yang digunakan untuk penyembelihan hewan, menurut Kalinggo tanah tempat gapura tersebut adalah lokasi yang digunakan untuk nggladak, asal kata gladak ini berarti menarik hewan untuk dipotong.


Ringin Kurung yang berada di jalan utama menuju Kraton Surakarta yang tepat berada di Alun-Alun Utara ini bisa disebut demikian karena letaknya dikelilingi dengan pagar besi yang pohon ringin (bringin) itu dikurung oleh pagar besi. Pagelaran Sasanasumewa, tempat itu memiliki tiang yang jumlahnya tidak sedikit, yakni ada 48 pilar, jumlah tersebut memiliki arti bagi PB X, jumlah tersebut menunjukkan tumbuk yuswa PB X. Pendapa Magangan, dulu tempat ini adalah tempat yang sesuai dengan namanya magangan yang dimana tempat ini digunakan untuk belajar lebih memahami tata cara adat Keraton. Panggung Sanggabuwana, tempat ini memiliki latar belakang yang berkaitan dengan tahun pembuatannya, Panggung Sanggabuwana dapat di rinci dari kata po bermakna angka 8, agung artinya 0,  sinangga angka 8, buwana angka satu, angka tersebut jika disusun 1808, itu berarti tempat tersebut dibuat pada tahun 1808. Supit Urang ialah nama jalan masuk yang kita lewati ketika berkunjung ke dalam Keraton Surakarta, nama Supit Urang ini memiliki makna yang muncul ketika melihat bentuk melengkung yang seperti udang. Jika kalian berada di Keraton Surakarta pasti kalian pernah melihat meriam yang ditutupi dengan kaca, taukah kalian jika meriam itu cukup dianggap kramat karena telah berjasa dalam penjajahan, nama meriam itu sebenarnya adalah Sint Thomb namun banyak masyarakat Jawa yang susah menyebut dengan nama itu, untuk mempermudah dalam mengucapkan nama meriam tersebut maka orang Jawa menyebutnya dengan nama Setomi. Benda pusaka yang satu ini erat hubungannya dengan cerita Jaka Tarup, pastinya kalian juga sudah tau dan sudah mengenal kisahnya, nama Dandang Kiai Duda ini memiliki latar belakang yang tercipta karena Jaka Tarub yang ditinggal istrinya Dewi Nawangwulan karena Jaka Tarub membuka isi dandang milik istrinya, dari situlah dandang tersebut diberi nama Dandag Kiai Duda.



Pasti sudah tidak asing lagi bagi kalian dengan Sekaten, agar kalian lebih tau nama Sekaten ini berasal dari bahasa Jawa dan bahasa Arab, dalam bahasa Jawa yakni kata sekati artinya seimbang, dan dalam bahasa Arab berasal dari kata sakhatain dan sakatain artinya menghilangkan watak hewan atau setan, jadi Sekaten ini bermakna menghilangkan watak setan. Prajurit Jayeng Astro, prajurit ini bertugas untuk menjaga dan mengawal keluarga raja, pemilihan mereka ini memiliki kriteria khusus yakni harus anak tertua dari abdhi dhalem di Keraton tersebut. Jika kalian berada di kawasan Keraton pasti selalu ada pengemis disekitar tempat itu, nama pengemis pun memiliki asal mula yang jika kalian mengetahuinya pasti akan merasa terheran-heran, disebutnya pengemis itu berasal dari kebiasaan PB X yang selalu memberikan pemberia setiap hari Kamis, lebih tepatnya Kamis Legi, orang-orang yang menerima pemberian PB X disebut wong kemisan untuk lebih singkat dalam memanggilnya maka munculah seutan pengemis. Karena tempat ini dipercaya sebagai tempat peristirahatan terakhir bagi orang orang yang terpuji, maka tempat makam ini disebut dengan Makam Haji. Desa Purbayan, Baki, Sidoharjo, desa tersebut diberi nama Purbayan karena dulunya merupakan tempat tinggal Pangeran Purbayan yang dimana beliau diangkat sebagai Pangeran Adipati Purbaya.






Sumber : ASALE Cerita di Balik Nama Kampung dan Tempat penerbit PT. Aksara Solopos
Follow juga ig : rzkptrp
Mohon maaf apabila ada kesalahan dalam ejakan maupun penulisan, semoga bermanfaat :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar