Sabtu, 18 Maret 2017

Bagian 4 : Mitos dan Asal-Usul Nama Kota

Percayakah kalian jika nama sebuah kota tak lepas dari mitos, kini kita beranjak di bagian ke empat yang membahas mengenai mitos dan asal-usul nama kota. Pembahasan pertama kita mengenai kota Boyolali, kota ini berasal dari kata boya dan lali, jika kita telusuri lebih dalam, pada saat itu Kiai Ageng Pandanarang sedang mengadakan perjalanan bersama anak dan istrinya Nyai Ageng, namun ketika dalam perjalanan sang Kiai meninggalkan istri dan anaknya, dan terlontalar lah kata “Boya wis lali, Kiai teka ninggal aku”, setelah berjalan cukup jauh, Kiai baru sadar bahwa dia meninggalnya anak dan istrinya, diucaplah sebuah kata dari mulutnya “Boya wes lali wong iki” hingga akhirnya mereka bertemu lagi dan lantas sang Nyai kembali mengucapkan kata-kata “Kiai boya wis lali aku teka ninggal aku”, kono daricerita tersebut terbentuklah nama Boyolali. Kota yang satu ini berada di lereng Gunung Merbabu yang terletak di jalur Solo-Semarang, yaps kota Salatiga, nama kota ini berkaitan dengan sifat Ki Ageng Pandanaran yang dimana beliau melakukan tiga kesalahan yang berkaitan dengan sifat sombongnya, salah dan tiga, dari situlah nama kota itu berasal. Kota Ponorogo, kota itu dulunya merupakan tempat bertapa, nama kota itu berasal dari kata pono yang artinya selesai dan rogo yang artinya raga, karena ditempat itulah Raden Katong berhenti bertapa dan akhirnya mendapt petunjuk. Kota Kudus adalah kota yang sangat erat kaitannya dengan nilai keagamaan islam, jika ditelusuri lebih dalam lagi nama kota Kudus ini pun sangat erat pula dengan keagamaan, berasal dari bahasa arab Al-Quds yang artinya suci. Pasar Sunggingan yang berada di Boyolali ini asal mula namanya dari seorang Nyai Ageng Pandan Arang yang sempat berkata “yen ono rejaning zaman, panggonan iki bakal ngrejekeni, aranono Sunggingan” dari situlah pasar tersebut bernama Sunggingan. Bandara yang satu ini pasti tak asing ditelinga kalian, Bandara Adi Soemarmo, sebelum bernama Adi Soemarmo tempat itu dulu bernama Panasan, nama Panasan itu sampai sekarang belum ada penjelasan mengenai latar belakangnya, dan nama Adi Soemarmo itu diambil dari nama seorang pahlawan. Tempat yang berada di jalan raya Solo-Boyolali yaitu Desa Ngaru-aru, nama Ngaru-aru ini berasal dari sikap warga yang ngar gajah,u-aruhi Sunan Kudus dimana beliau dulu melakukan meditasi dan sering menyapa (ngaru-aruhi) Sunan Kudus.

Kecamatan Simo yang berada di Boyolali dulunya ada sebuah perkelahian antara Sunan Kudus dan Kiai Becak, pada saat itu Sunan Kudus memukul Kiai Becak, yang suara pukulannya itu sangat keras hingga banyak masyarakat yang berteriak “Simo ngamuk” (harimau mengamuk), maka dari situlah landmark dan nama kota tersebut bersimbol singa. Gua Gong, namanya saja sudah jelas “gong”, seperti bunyi dari suara gamelan,memang benar nama Gua Gong ini memang berkaitan dengan itu. Desa yang satu memiliki banyak pohon mangga yang menjadikannya alasan sebagai latar belakang nama desa Puhpuluh yang berada di Wonogiri. Makam Ki Ageng, makam ini pada hari-hari tertentu banyak orang baik di dalam daerah maupun di luar daerah untuk berziara, makam tersebut adalah makam dari anak Kerajaan Majapahit dan bentuk makamnya menyerupai masjid dan juga dianggap kramat. Nama Masjid Pantaran ini berasaldari kata sepantaran (seumuran) yang dimana pembuatannya dulu bersamaan dengan Masjid Agung di Demak. Waduk Gajah Mungkur berasal dari bentuknya yang seperti pantat gajah yang membelakangi, dalam bahasa jawa membelakangi adalah mungkur. Tradisi yang bernama dugderan ini bermula dari bunyi bedhug “dhug” dan suara meriam “dher” dan banyak warga yang berteriak “dhug dher” dan sorak sorai itu juga menandakan datangnya bulan Ramadhan.


Jatinom, Klaten bermula karena dulunya ada Kiai Ageng Gribig yang terdampar karena perang saudara , beliau terdampar di bawah pohon muda, yang dalam bahasa adalah enom, sehingga bernama Jatinom. Apem Yaqowiyu adalah sebuah tradisi yang asal mula nama apem tersebut bermula ketika seorang Ki Ageng Gribig membacakan do’a “yaqowiyu” yang diharapkan apem tersebut dapat membawa berkah. Plesungan ini diberinama demikian karena dulunya setiap rumah memiliki lesung atau alat penumbuk padi, hingga terkenalah dengan sebutan Desa Plesungan. Bergota, Semarang, tempat yang sebenarnya bernama berg van pemberian dari Belanda ini berubah karena warga sekitar yang susah menyebutkannya dalam bahasa Belanda, akhirnya berubahlah menjadi Bergota. Pantai Randusanga, Brebes ini dalam namanya berkaitan dengan Walisanga, nama randu berasal dari bekas dan sanga yang berarti sembilan, dulu tempat itu merupkan tempat yang digunakan untuk Walisanga berkumpul. Desa yang bermula dari sungai ini diberi nama Klampok karena dulunya terdapat sungai besar yang bernama Klampok. Nama makanan ringan yang satu ini berasal dari pertanyaan seorang raja kepada abdi dhalem nya “iki opo kok enak” pertanyaan itulah yang menjadikan kue ini dinamakan Kipo dan dengan Desa Cemani yang terkenal dengan pabrik batiknya ini berasal dari bahasa Jawa yang berarti hitam.


Sumber : Buku ASALE Cerita di Balik Nama Kampung dan Tempat terbitan PT. Solopos 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar